Kamis, 31 Maret 2011

Pandangan Hak Perburuhan

Pandangan Hak Perburuhan

..that even in the storm we find some light

(Looking through the eyes of Love-Melissa Manchester)

….bahwa di tengah badai sekalipun

selalu akan kita temukan berkas-berkas cahaya

Secara umum, gerakan buruh di Indonesia diyakini telah atau tengah tidur panjang. Keyakinan ini diamini, baik oleh elemen dan pendukung gerakan maupun - dan terutama - oleh kalangan yang berada di luar gerakan. Bahkan, untuk sementara kalangan, gerakan buruh dianggap tidak lagi relevan dan tidak memiliki harapan.

Pandangan semacam itu tidak sepenuhnya salah. Secara sistematis dan obyektif, memang muncul fakta-fakta yang melahirkan dan menguatkan pandangan tersebut. Sejak Orde Baru (Orba) berkuasa, politik perburuhan didominasi oleh warna korporatis, dengan kebijakan-kebijakan perburuhan yang represif untuk mengendalikan serikat buruh. Hasilnya adalah serikat buruh kuning yang jinak. Meskipun ada dinamika yang memunculkan riak-riak yang berbeda di permukaan tapi, secara umum, hampir sepanjang Orba, praktis tak ada yang dapat disebut sebagai gerakan buruh.

Namun, pengamatan yang sedikit lebih mendalam memperlihatkan, justru dalam tekanan bibit-bibit gerakan terus disemai dan tumbuh dan merupakan penyumbang bagi bergeliatnya gerakan buruh di masa-masa setelahnya hingga kini.

Setelah Orde Baru tumbang, pintu kebebasan berserikat dibuka lebar. Kebebasan itu dirayakan dengan bermunculannya serikat buruh dalam jumlah yang mencengangkan. Tapi, perayaan itu juga diikuti dengan perpecahan dan persaingan antar serikat. Selain itu, kebebasan berserikat juga tidak menambah jumlah buruh yang berserikat Meskipun demikian, sejak paruh kedua dekade pertama orde reformasi, mulai muncul tunas-tunas bagi kebangkitan kembali gerakan buruh. Tunas-tunas baru ini bertumbuh di tengah situasi yang sangat didominasi oleh kekuatan modal, yang hampir sepenuhnya menentukan berapa luas ruang gerak yang dapat dimiliki oleh buruh. Dalam situasi sedemikian, menarik untuk memahami jaringan perburuhan sebagai salah satu strategi memperjuangkan kepentingan buruh dalam konteks gerakan buruh di Indonesia. Tulisan ini, ingin memotret pergerakan dan aktivitas para pelaku gerakan, melalui kegiatan berjaringan yang dilakukan, dengan mengambil rentang waktu 1980 hingga 2006.

Strategi Jaringan

Dinamika, bentuk aksi, dan hasil dari strategi berjaringan dipengaruhi oleh jalinan faktor internal dan eksternal yang tidak sepenuhnya dapat dikontrol oleh aktor-aktor gerakan. Dengan kata lain, tidak ada faktor penyebab tunggal yang bekerja yang menentukan dinamika dan keluaran dari strategi berjaringan.

Kebijakan pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi, yang bertumpu pada investasi asing dan didukung oleh pengendalian serikat buruh, adalah kerangka dominan yang membingkai ruang gerak gerakan buruh selama Orde Baru (Orba) berkuasa hingga senjakalanya. Ketika rezim Orba berganti, tumpuan pada investasi asing semakin besar, meskipun pengendalian terhadap serikat buruh oleh negara praktis tidak ada. Tetapi, kebebasan berserikat ini secara sistematis dilemahkan oleh modal, dengan difasilitasi oleh pemerintah. Dengan kata lain, modal merupakan penentu utama, bila tidak satu-satunya, setting arena gerakan buruh di Indonesia sejak awalnya.

Mencermati perkembangan situasi perburuhan selama empat periode, berikut ini adalah ciri-ciri yang muncul:

Periode 80-90

Periode ini ditandai oleh iklim serikat buruh (SB) tunggal. Jaringan perburuhan hanya beranggotakan serikat buruh dan dibentuk oleh sebagian serikat buruh lapangan pekerjaan (SBLP) yang menolak unitarisme dari FBSI menjadi SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia), yang selanjutnya menghapus otoritas dan kewenangan SBLP dalam mengurus anggotanya dan mengalihkannya ke pengurus pusat SPSI. Aksi jaringan SBLP menghasilkan dikembalikannya kewenangan sektor dan metode pendidikan untuk penguatan basis di tingkat pabrik, sebagai ujung tombak kekuatan serikat. Keluaran dari metode pendidikan tersebut, adalah aktivis-aktivis tingkat basis yang kritis terhadap SPSI dan pemerintah, yang kelak menjadi tokoh serikat buruh alternatif.

Di masa ini, dikeluarkan kebijakan yang mengizinkan militer secara legal melakukan intervensi dan terlibat dalam kasus perselisihan perburuhan. Penempatan militer pensiun maupun aktif dalam jajaran manajemen maupun pengurus serikat, merupakan hal yang jamak. Semua ini menandai rezim perburuhan yang sangat represif tetapi, sekaligus memunculkan tokoh-tokoh perlawanan dari SPSI, yang kemudian menjadi motor jaringan untuk melawan keterlibatan militer dalam urusan perburuhan.

Akhir periode ini juga ditandai oleh munculnya LSM perburuhan, yang melakukan pembelaan terhadap eksploitasi dan kondisi kerja buruk, terutama buruh pabrik-pabrik padat karya yang menghasilkan garmen dan sepatu untuk pasar ekspor. Selain melakukan pembelaan, LSM perburuhan juga melakukan pendidikan organisasi dan hak-hak buruh kepada para buruh di tingkat pabrik.

Periode 90-97

Periode ini ditandai oleh SB tunggal federatif dan dibukanya kebebasan untuk mendirikan SB tingkat basis, meskipun tetap hanya satu serikat yang diakui pemerintah. Dimotori LSM, terbentuk jaringan perburuhan dengan aksi-aksi menolak militerisme dan menolak UU Ketenagakerjaan 25/1997. Di masa ini pula, lahir dua serikat buruh alternatif yang juga dimotori oleh LSM. Sangat jelas dalam periode ini, LSM memegang peran penting dalam membangun jaringan dan menggerakkan (isu-isu) buruh. Gerakan LSM perburuhan ini sama sekali terpisah dari SPSI sebagai institusi, akan tetapi berjaringan dengan aktivis-aktivisnya yang tidak puas dengan kinerja SPSI.

Intervensi militer dalam urusan perburuhan yang kian meresahkan, menjadi isu utama yang diangkat oleh jaringan perburuhan yang dimotori LSM tersebut. Iklim perlindungan HAM di tingkat internasional, berhembus pula di Indonesia. Momentum ini segera ditangkap oleh beberapa tokoh LSM perburuhan dengan membentuk SB alternatif. Pendirian SBSI dan pendeklarasiannya yang dihadiri oleh LSM perburuhan dan kelompok-kelompok buruh dampingan LSM dari Jawa dan Sumatera Utara, menunjukkan sentralnya peran LSM dalam gerakan buruh di periode ini.

Kasus Marsinah tahun 1993 yang menghebohkan, yang menjadi bukti intervensi militer, melahirkan berbagai jaringan LSM dan mahasiswa untuk menggalang solidaritas dan memprotes keras kasus tersebut. Tekanan jaringan terhadap kasus ini cukup efektif, juga karena didukung oleh media massa.

Aksi buruh paling fenomenal adalah yang dimotori ketua SBSI, yang mantan aktivis LSM, Mohtar Pakpahan, terjadi di Medan tahun 1994. Aksi ini berhasil mengerahkan ribuan buruh untuk menuntut besaran upah minimum.

LSM pula yang menjadi roh gerakan menolak UU Ketenagakerjaan tahun 25/97, di akhir senjakala Orde Baru. 12 LSM perburuhan bergabung dalam jaringan yang dinamai KPHP (Komisi Pembaruan Hukum Perburuhan), secara sistematis dan substansial melakukan aksi penolakan UU tersebut. Aksi itu ditandai dengan dikeluarkannya buku yang berisi pemikiran para ahli mengenai mengapa UU itu harus ditolak. Dalam pandangan KPHP, UU tersebut belum memuat hak-hak dasar buruh seperti jaminan atas pekerjaan, kebebasan berorganisasi dan mogok, lembaga penyelesaian perselisihan perburuhan yang adil. Aksi penolakan UU 25/97 juga dilengkapi dengan aksi massa oleh kelompok-kelompok buruh.

Dalam periode ini, pemerintah memberlakukan kebijakan upah minimum dan untuk selanjutnya, tuntutan upah minimum menjadi agenda aksi pokok dalam aksi-aksi buruh, disamping agenda menolak kebijakan-kebijakan lain yang merugikan buruh.

LSM juga membentuk jaringan untuk mengangkat isu perempuan dalam perburuhan, yang selama ini selalu terpisah. Jaringan ini beranggotakan aktivis perempuan LSM, yang mengurus isu perempuan dan kelompok-kelompok buruh perempuan. Mereka berusaha memasukkan isu perempuan dalam jaringan LSM dan buruh yang menangani isu buruh secara umum. Kegiatan jaringan untuk isu buruh perempuan ini, berhasil memasukkan gagasan tentang persoalan kesehatan reproduksi dan K3 dalam RUU PPK dan PHI, melalui jaringan yang beranggotakan LSM dan buruh untuk isu buruh yang lebih umum. Sayangnya, karena jaringan tersebut bubar, tak ada kelanjutan gagasan itu untuk diakomodasi dalam UU Ketenagakerjaan. Dalam kaitannya dengan pengangkatan isu perempuan, dibentuk jaringan buruh dan LSM yang bertujuan meningkatkan kapasitas kepemimpinan perempuan untuk mengurus organisasi buruh.

Peran penting yang dimainkan LSM dan pertautan hubungan yang intensif di antara LSM dengan kelompok buruh, mengalami pasang surut dan menghasilkan hubungan yang bersifat ‘benci tapi rindu.’ Beberapa pertemuan dilakukan di antara keduanya maupun internal masing-masing, membahas soal bagaimana sebaiknya peran LSM: menjadi serikat atau menjadi pendukung serikat. Perdebatan mengenai hal ini ternyata cukup tajam dan mampu menyebabkan perpecahan dalam jaringan. Di kalangan buruh, LSM acap dianggap sebagai penjual buruh kepada para donor. Tapi, pada saat yang sama, berbagai kebutuhan dana kelompok buruh dipenuhi melalui jaringannya dengan LSM yang mempunyai hubungan dan akses langsung kepada donor. Perdebatan ini tetap berlangsung di masa-masa setelahnya bahkan hingga saat ini (lihat, misalnya indoprogress.blogspot.com/2007/10 dan /2008/03/).

Periode 1998-2003

Periode ini ditandai dengan keragaman serikat buruh sebagai hasil dari kebebasan berserikat. Segera muncul puluhan serikat dan secara garis besar terdapat empat kelompok serikat buruh yakni, kelompok SPSI, kelompok pecahan SPSI, kelompok SB lama di masa tahun 60an, kelompok serikat yang tak ada latar belakang serikat buruh dan kelompok SB dukungan atau bentukan LSM.

Lima tahun pertama masa kebebasan berserikat, memperlihatkan situasi yang memprihatinkan. Serikat buruh yang menjadi elemen utama gerakan, selain sangat banyak ternyata juga rentan perpecahan. SPSI, misalnya, mengalami perpecahan yang intensif. Tiga kelompok serikat lain juga tak kebal terhadap perpecahan yang parah dan merisaukan.

Di tengah bermunculannya serikat, jaringan perburuhan yang dimotori LSM dan kelompok serikat buruh independen serta kelompok serikat pecahan SPSI, tetap aktif berdampingan dengan kegiatan jaringan buruh yang dimotori dan beranggotakan para aktivis serikat pekerja kelompok pecahan SPSI dan serikat yang baru sama sekali. Jaringan-jaringan tersebut dibentuk untuk merespon peraturan mengenai pesangon dan proses kebijakan perumusan paket 3 UU Perburuhan dengan strategi masing-masing. Jaringan untuk menolak perubahan ketentuan pesangon, sebagaimana dicantumkan dalam keputusan menteri No.78 tahun 2001 dan No.111 tahun 2001, dibentuk oleh SB dan LSM dengan melakukan tekanan melalui aksi massa yang dilakukan serentak di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Aksi penolakan ini kemudian tidak berlanjut, karena perhatian dialihkan kepada isu RUU PPI dan PPK yang kelak menjadi UU Ketenagakerjaan dan UU PPHI.

Jaringan yang digerakkan oleh LSM, melakukan serangkaian kegiatan advokasi dengan konferensi pers, diskusi-diskusi pembahasan RUU, rapat dengar pendapat dengan parlemen yang dilengkapi dengan aksi massa, dan permintaan peninjauan kembali UU 13/2003. Jaringan serikat kelompok pecahan SPSI, mengambil strategi yang mirip dengan strategi jaringan LSM, tetapi tanpa aksi massa dan wakil-wakil mereka dipilih oleh parlemen untuk membahas RUU 13/2003 dan 04/2004. Jaringan kelompok ini juga mendapatkan fasilitas dari pemerintah, dalam berbagai bentuk antara lain penggunaan gedung Depnaker untuk mengadakan pertemuan-pertemuannya.

Jaringan lain yang muncul masa ini, adalah jaringan yang dibentuk untuk mendesak pemerintah agar secara resmi 1 Mei diakui sebagai hari buruh dan diperingati secara reguler. Jaringan ini mendesakkan tuntutannya melalui aksi-aksi massa yang diorganisir dengan rapi dan memperluas anggota jaringan dengan merangkul media massa, mahasiswa, aktivis etnis Cina dan LSM miskin kota, dan melakukan aksinya di setiap peringatan 1 Mei. Hingga kini, 1 Mei memang dapat diperingati oleh buruh dengan berbagai aksi dan kegiatan.

Muncul pula jaringan yang difasilitasi oleh donor, antara lain jaringan untuk memantau pelaksanaan Code of Conduct dengan anggota para aktivis serikat dan LSM perburuhan.

Di periode ini, peran LSM sebagai penggerak jaringan menyurut dibandingkan periode sebelumnya. Sebaliknya, serikat mulai memimpin dan mengambil inisiatif. Tampaknya, ini semacam konsekuensi logis dari munculnya organisasi-organisasi buruh karena iklim kebebasan berserikat. Dan secara alamiah, hal ini juga merupakan hasil dari proses pendidikan dan pengkaderan yang dilakukan oleh para aktivis perburuhan sebelumnya.

Periode 2004-2006

Situasi kebijakan yang memberlakukan praktek buruh kontrak dan outsourcing melalui UU 13/2003, menjadi agenda utama jaringan-jaringan buruh, yang di masa ini lebih banyak digerakkan oleh serikat. Strategi aksi massa untuk menolak praktek hubungan kerja yang sangat merugikan buruh itu, dilakukan oleh berbagai jaringan buruh, tidak saja di Jakarta tetapi juga di kota-kota lain. Peringatan 1 Mei, menjadi saat yang selalu digunakan untuk mengangkat isu ini. Isu ini juga menyatukan buruh dari berbagai serikat dan dari berbagai sektor, termasuk sektor jasa dan kerah putih yang selama ini tidak menjadi anggota jaringan.

Masa ini juga ditandai oleh keberadaan serikat yang semakin solid, setidaknya dengan dilakukannya aksi massa yang menggabungkan hampir semua kelompok serikat buruh. Satu aksi besar yang sangat berhasil yang dilakukan pada 1 Mei 2006, harus dicatat dalam sejarah gerakan buruh kita. Aksi itu berhasil membatalkan rencana pemerintah untuk melakukan revisi terhadap UU 13/2003. Aksi ini seperti mengulang keberhasilan aksi jaringan yang menolak UU 25/1997.

Dengan melihat jaringan-jaringan yang pernah ada dalam periode ini, bisa dikatakan, dibandingkan dengan periode sebelumnya, meski aktornya relatif tetap, jumlah jaringan yang terbentuk makin menyusut. Dalam jaringan-jaringan di periode ini, peran SB makin besar sementara peran LSM makin berkurang. Isu upah masih terus menjadi isu jaringan, sementara isu perempuan masih tetap menjadi isu pinggiran, dan sulit untuk bersinergi dengan isu yang dominan.

Namun demikian, perkembangan terakhir menunjukkan hal yang menggembirakan yakni, mulai terjadinya kristalisasi kekuatan serikat di tengah fragmentasi yang masih terus terjadi. SB terus belajar bahwa perpecahan bersifat kontraproduktif terhadap gerakan dan kepentingan buruh, dan bahwa hanya pihak ‘musuh’ yang akan diuntungkan dari perpecahan itu. Kristalisasi serikat itu adalah hasil dari kesadaran berjaringan bahwa aksi bersama lebih kuat pengaruhnya ketimbang aksi individual

Jumat, Oktober 02, 2009 Diposkan oleh ISBI

Jumat, 25 Februari 2011

PENGERTIAN DAN RUANGLINGKUP PEBRUHAN

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP PERBURUHAN

Ruang lingkup Hukum Perburuhan meliputi bidang yang sangat luas. Hal ini dapat kita lihat dari luasnya bidang-bidang tersebut. Misalnya jaminan sosial tenaga kerja, kesehatan kerja, perjanjian kerja, pemutusan hubungan kerja dan sebagainya. Oleh karena itu disetiap negara mempunyai definisi hukum masing-masing yang dikemukakan oleh para ahli hukum seperti NEV van Esveld,Molenaar ,Soetiksno seorang ahli hukum indonesia dan Profesor Iman Soepomo.

Yang ingin saya jabaran kan disini adalah definisi hukum perburuhan menurut Soetiksno dan Iman soepomo ahli hukum indonesia dimana menurut:
Soetiksno, hukum perburuhan adalah keseluruhan peraturan-peraturan hukum mengenai hubungan kerja yang mengakibatkan seseorang secara pribadi ditempatkan di bawah pimpinan (perintah) orang lain dan keadaan-keadaan penghidupan yang langsung bersangkut-paut dengan hubungan kerja tersebut. Sehingga secara tersurat ( eksplisit ) menunjukan adanya hal-hal lain bersangkut-paut dengan hubungan kerja.
Iman Soepomo, hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik tertulis atau tidak yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dan menerima upah.

Sehingga meskipun terdapat rumusan yang berlainan Definisi tetapi mempunyai kemiripan. Bedanya,Soetiksno secara tersurat ( eksplisit ) menunjukan adanya hal-hal lain bersangkut-paut dengan hubungan kerja sedangkan Profesor Iman Soepomo secara tersirat ( implisit ) saja.

Dari definisi tersebut maka dapat disimpulkan dua hal :

1.hukum perburuhan hanya mengenai kerja sebagai akibat adanya hubungan kerja.
2.peraturan-peraturan tentang keadaan penghidupan yang langsung bersangkut-paut dengan hubungan kerja, diantaranya adalah:
Peraturan-peraturan tentang keadaan sakit dan hari tua buruh
Peraturan-peraturan tentang keadaan hamil dan melahirkan anak bagi buruh wanita.

Referensi : Budiono,Abdul Rachmad,HUKUM PERBURUHAN DI INDONESIA

Minggu, 24 Oktober 2010

Kiat-kiat dalam penulisan ilmiah agar tepat waktu dalam penulisan

Kiat-kiat dalam penulisan ilmiah agar tepat waktu.

Ilmiah populer adalah sarana komunikasi antara ilmu dan masyarakat (baca: orang awam). Sudah menjadi budaya, jurnal ilmiah ditulis dengan bahasa ilmiah untuk kalangan elit yaitu para ilmuwan yang memahami topiknya. Kalau sudah begitu jadinya, maka ilmu hanya menjadi milik ilmuwan, bukan milik masyarakat. Padahal peran utama iptek adalah untuk kemashlahatan penduduk bumi: semua makhluk hidup. Disinilah peran jurnalismus, menjadi PR iptek, menjadi sarana komunikasi antara ilmu dan masyarakat!

Karya ilmiah populer yang baik bukan berarti menulis hasil penelitian dengan lengkap. Prinsip utamanya adalah mencari sudut pandang yang unik dan cerdas, serta menggugah rasa ingin tahu pembaca awam. Sebetulnya menulis ilmiah populer mudah. Berbeda dengan menulis cerpen atau non-fiksi yang memerlukan keratifitas dan imajinasi tinggi. Dalam penulisan non-fiksi yang terpenting anda mengumpulkan fakta-fakta, menyeleksinya, menetapkan fokus dan meramu story. Beberapa tips yang dapat membantu dalam meramu karya ilmiah populer bisa anda ikuti dalam tulisan ini.

Menyusun strategi sebelum menulis

Think twice before writing, kata Ken Golstein penulis dari Columbia School of Journalism. Sebelum mulai menulis ilmiah populer, dan sebelum anda masuk kepada dramaturgi, sistematik tulisan, detail, setidaknya anda harus memikirkan strategi berikut:
Kepada siapa anda menyajikan tulisan anda?

Media apa yang anda pilih (internet, televisi, koran, majalah, radio, dsb)

Gaya penulisan apa yang paling tepat?

Kira-kira berapa lama pembaca meluangkan waktu untuk membaca tulisan anda?
Empat point diatas sebetulnya teknik dasar jenis tulisan apapun. Untuk ilmiah populer, teknik itu semakin urgent lagi. Ingat, menulis ilmiah populer sama dengan menterjemahkan ilmu yang ngejelimet ke dalam bahasa yang dimengerti secara umum. Tidak semua orang memahami ilmu anda, apalagi dengan banyaknya cabang ilmu pengetahuan. Spesialisasi ini menyebabkan seorang ahli paham di bidangnya tapi gak mudeng dengan bidang lain.

Kepada siapa anda menyajikan tulisan?Seberapa dalam informasi yang akan anda sajikan tergantung siapa pembacanya. Karya ilmiah populer di koran umum, tentunya lebih isinya lebih dangkal daripada di majalah scientific misalnya. Sifat tulisan untuk pembaca umum, lebih mengedepankan unsur entertainment, dibandingkan tulisan untuk komunitas spesifik (misalnya majalah khusus komputer). Selain dari segi isi, karya ilmiah populer untuk komunitas spesifik lebih banyak menggunakan technical jargon. Boleh saja, sebab disini istilah spesifik tidak akan asing lagi bagi pembacanya.

Media apa yang anda pilih?
Informasi untuk di internet, televisi, koran atau majalah berbeda cara penulisannya. Misalnya media televisi mempunyai kelebihan dapat menampilkan gambar. Sehingga penggunaan teks jauh lebih sedikit. Namun kelemahan media ini, waktu yang tersedia jauh lebih singkat daripada media cetak. Cotoh lain, perbedaan antara media cetak dan online. Media online dengan sifat revolusioner hyperlinks-nya dapat merubah alur membaca. Kelebihan sifat link ini, anda dapat mengarahkan pembaca kepada fokus yang anda tuju. Berbeda dengan media cetak misalnya buku, karakteristik membaca sifatnya linear. Anda mengarahkan pembaca melalui daftar isi.

Gaya penuturan apa yang paling tepat?Kerahkan imajinasi anda. Kira-kira bagaimana anda akan menyampaikan informasi paling tepat. Apakah dengan gaya reportase, menampilkan sosok yang bercerita, atau tutorial sifatnya.

Kira-kira berapa lama waktu yang tersedia bagi pembaca?
Pembaca koran bisayan lebih sedikit meluangkan waktu membacanya daripada pembaca majalah. Bukankah koran yang sudah seminggu dinyatakan tidak aktual lagi? Umumnya pembaca tidak mengorek-ngorek lagi koran yang sudah bertumpuk selama setahun lamanya. Semakin sedikit waktu yang tersedia, informasi yang anda sajikan semakin pendek dan harus cepat menuju sasaran.

Membidik Pembaca: Pilih Topik Menarik

Tulisan ilmiah populer anda dedikasikan untuk pembaca awam. Bukan expert yang memang berkecimpung di bidangnya. Posisikan diri anda pada pembaca. Pikirkan, mengapa anda perlu membagi ilmu anda? Apa yang membuat pembaca dapat tertarik dengan tulisan anda? Beberapa cara menggelitik motivasi pembaca:

Mengaitkan dengan kondisi aktual

Cth.: Masih segar dalam ingatankita ketika beberapa waktu yang lalu, Kementrian Komunikasi dan bersama-sama dengan komunitas telematika Indonesia meluncurkan satu konsep bulan telematika ICT (Information and Communication Technology) month yang akan jatuh pada bulan Agustus 2003. Tujuan utamanya adalah usaha sosialisasi aplikasi teknologi informasi dan komunikasi memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan kualitas kehidupan masyarakat…
IlmuKomputer.com, Strategi mengelola situs E-Learning Romi Satria Wahono

Tulisannya dimulai dengan leading kondisi aktual. Sebagian pembaca mungkin pernah mendengar konsep bulan telematika yang sedang aktual. Tapi apa sebenarnya di balik konsep itu? Nah dari kondisi aktual inilah penulis membidik pembaca.

Mengaitkan dengan kegiatan sehari-hari

Cth.: Sebenarnya menangis saat mengupas/memotong/mengiris bawang bisa menyehatkan mata. Beberapa pakar percaya, air mata yang keluar karena rangsangan hawa bawang membersihkan mata dan kelopaknya dari debu dan kuman. Keluarnya air mata ini membuat mata bening dan berbinar. pikiran-rakyat, Tak cengeng saat mengupas bawang Febdian Rusydi

Contoh diatas bernuansa entertainment, artinya topik yang dipilih mudah dicerna, membacanya bersifat refreshing. Mudah dicerna karena berkaitan erat dengan kejadian sehari-hari. Siapa yang tidak pernah merasakan perihnya memotong bawang? Lain halnya dengan tulisan ilmiah hasil penelitian kandungan bawang berikut metodenya. Siapa peduli membacanya? Ilmiah populer yang berkaitan dengan kejadian sehari-hari membuat pembaca merasa sedikit lebih clever setelah membacanya. Merasa puas mengerti apa yang terjadi disekitarnya. Dengan cara ini pembaca awam menjadi akrab dengan ilmu di luar spesialisasinya.

Menyajikan value added

Cth.: Nama baik & nilai sebuah dotcom bisa jatuh bahkan menjadi tidak berharga jika dotcom di bobol. Dalam kondisi ini, para hacker di harapkan bisa menjadi konsultan keamanan bagi para dotcommers tersebut – karena SDM pihak kepolisian & aparat keamanan Indonesia amat sangat lemah & menyedihkan di bidang Teknologi Informasi & Internet. Apa boleh buat cybersquad, cyberpatrol swasta barangkali perlu di budayakan untuk survival dotcommers Indonesia di Internet.
IlmuKomputer.com, Belajar menjadi Hacker, Onno W. Purbo

Bagi sebagian pembaca awam, hacker suatu dosa berat. Tapi penulis memilih sudut pandang yang unik: belajar hacker itu penting untuk keamanan. Dengan penyajian ini, pembaca merasa perlu belajar ilmu si penulis: ada value added dari topik yang disajikan!

Memperkenalkan ilmu atau temuan baru

Teknologi ini mula-mula dipraktekan di negara yang terkenal dengan budaya gourmet alias Perancis. Akhir-akhir ini banyak berkembang di Jerman. Bagaimana tidak, kompor dengan teknologi induksi banyak membawa keuntungan. Panasnya cepat, mudah diatur. Dan yang paling menentukan, permukaan kompor dari bahan keramik ini tidak panas sama sekali. Hanya isi panci anda yang menjadi panas! Amazing bukan? Tidak seperti kompor listrik, dengan teknologi induksi ini panas tidak terjadi pada permukaan kompor, melaikan dalam panci itu sendiri. Kochen mit Induktion, Anja Anja Arp, Servize Zeit wdr.

Memperkenalkan ilmu atau temuan baru serta mengaitkan dengan kebutuhan masyarakat adalah salah satu tugas penulisan ilmiah populer. Dengan memperkenalkan iptek, tingkat acceptance iptek itu sendiri semakin bertambah di kalangan masayarakat. Tidak harus melulu, kebutuhan sehari-hari, contoh lain sejenis misalnya manfaat penggunaan software SAP untuk bidang bisnis, teknologi baru operasi dengan laser di rumah sakit, dsb.

Dengan contoh-contoh diatas anda memahami perbedaan menyolok antara karya ilmiah dan ilmiah populer. Ilmiah populer seringkali mengangkat topik yang berkaitan dengan masyarakat awam.

Meramu karya ilmiah populer

Setelah mendapatkan topik yang pas dan bahan-bahansudah terkumpul, tahap berikutnya meramu bahan-bahan menjadi tulisan yang menarik. Bagaimana memulai menulisnya? Terkadang tulisan mengalir, bila anda memposisikan diri anda pada pembaca: seorang professor, ibu rumah tangga, manajer, politikus, mahasiswa, atau apa saja. Pikirkan apa yang kira-kira apa yang diperlukan pembaca, pertanyaan apa yang akan mereka ajukan.

Leading

Struktur klasik karya ilmiah (skripsi, disertasi atau laporan penelitian) biasanya diawali 20% pembukaan (hasil penelitian aktual, problematika aktual), 60% inti isi tulisan (metode penelitian, pemecahan permasalahan), barulah 20% terakhir kesimpulan atau masukan untuk penelitian ke depan. Seringkali karya ilmiah berhenti pada hasil penelitian atau pada ilmu itu sendiri.

Tidak demikian halnya dengan sebuah karya ilmiah populer. Tulisan jenis ini mencoba mengail minat pembaca dari sejak awal tulisan. Siapa peduli dengan problematika penelitian dan stand terakhir penelitian. Yang penting pembaca mengetahui, apa pentingnya tulisan ini bagi saya.

Oleh karena itu, leading (pembukaan) sebuah karya ilmiah populer harus merangsang motivasi pembaca. Leading memuat informasi singkat apa isi tulisan, tapi bukan rangkuman yang mengurai semuanya. Setelah membaca leading seharusnya masih tersisa sejumlah pertanyaan yang memotivasi pembaca mengetahui jawabannya dalam tubuh tulisan.

Pemaparan informasi

Pemaparan informasi dalam tubuh tulisan harus fokus, sesuai dengan tema yang disitir dalam leading. Buat alur yang menarik, sehingga pembaca mau mengikuti paragraf demi paragraf sampai selesai. Ada beberapa cara pemaparan yang baik

Haruskah alur berbentuk piramida terbalik?

Alur piramida terbalik berarti dimulai dari informasi yang terpenting sampai ke detail yang kurang penting. Keuntungannya, pembaca cepat mendapat informasi utama. Biasanya model ini dipakai untuk penulisan hard news (berita singkat). Namun untuk tulisan karya ilmiah yang komplex dan panjang belum tentu model ini bisa dipakai. Sebab terkesan membosankan. Hal yang terpenting sudah diketahui di awal, pembaca merasa sudah cukup dengan paragraf-paragraf awal. Tidak ada unsur menggelitik rasa ingin tahu lebih lanjut.

Merubah numerasi dan pembagian bab

Anda pasti mengenal struktur klasik sebuah karya ilmiah: bab utama, sub bab, dst. Atau struktur tulisan dengan pembagian A, A.1, A.2, dst. Pembagian struktur seperti ini terasa sangat kaku bila anda gunakan dalam karya ilmiah populer. Namun harus diingat, untuk tulisan yang cukup komplex pembagian struktur seperti itu sangat membantu.

Gunakan kekuatan kata-kata atau teks untuk memperjelas struktur tulisan. Misalnya pada bab utama anda tuliskan rangkuman informasi yang mewakili sub-sub bab selanjutnya. Barulah sub-sub bab memuat detail informasi. Gunakan juga karakter tulisan yang berbeda, misalnya bold atau besar huruf untuk menandakan sub kapitel. Dengan begitu penggunaan abjad atau numerasi yang terasa kaku bisa dihindari.

Alur kronologis

Artinya alur cerita mengikuti satuan waktu: jam, hari, bulan atau tahunan. Disini patokan waktu explisit tercantum. Contohnya: Karya ilmiah populer tentang pertumbuhan tanaman selama empat musim. Informasi disini akan terstruktur sesuai dengan kronologis musim.

Alur proses

Mirip dengan alur kronologis. Disini alur mengikuti proses-proses yang berurutan. Contohnya: tutorial software,

Deduksi

Penulisan ilmiah populer yang berdasar pada deduksi, memulai alur penjelasan dari hal yang umum menuju hal yang khusus. Contohnya: kebijakan pemerintah dalam masalah anggaran penelitian dan dampaknya bagi reset bidang teknologi kimia.

Induksi

Induksi kebalikan dari deduksi: dimulai dari informasi atau fakta-fakta khusus untuk menentukan kesimpulan yang berlaku umum. Dalam journalimus induksi dapatberupa penjelasan, anekdot atau analogi yang menggambarkan prinsip umum. Contohnya: beberapa contoh dan fakta kerusakan lingkungan. Dari sini dapat diambil kesimpulan kebijakan politik yang harus diambil dalam rangka pelestarian lingkungan.

Reportase

Dengan jenis pemaparan ini, anda bertutur tentang apa yang anda rekam, lihat atau rasakan dari tempat kejadian. Dengan penuturan yang baik, pembaca akan merasa live di tempat kejadian. Sebuah reportase tidak harus menceritakan kejadian dari awal sampai akhir. Seringkali diambil fokus tertentu yang diangkat ke permukaan. Contoh ilmiah populer berbentuk reportase misalnya: seminar atau konferensi ilmiah, observasi kejadian alam, reportase sebuah experimen ilmiah, dsb.


Problematika penggunaan jargon

Seberapa jauh penulis bebas menggunakan jargon? Gunakan seperlunya secara tepat. Anda bisa memberikan definisi, terjemahan, atau penjelasan. Sering juga istilah-istilah asing justru lebih singkat, padat dan tepat. Namun anda harus berhati-hati terlalu banyak akan menyulitkan pembaca. Semuanya bergantung dimana dan untuk siapa tulisan akan anda sajikan.

Menggunakan Defisini

Foodborne disease adalah penyakit yang timbul dari pencernaan dan penyerapan makanan yang mengandung mikroba oleh tubuh manusia. Penyakit ini erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Jika tidak memperhatikan kebersihan makanan dan lingkungan, maka merugikan manusia. Makanan yang berasal baik dari hewan atau tumbuhan dapat berperan sebagai media pembawa mikroorganisma penyebab penyakit pada manusia.
www.kharisma.de, drh. Rochmiyati Setiadi

Dalam tulisan diatas foodborne disease adalah istilah baku yang sulit dibuang. Penggunaan istilah spesifik ini lebih ringkas dan juga tepat. Definisi cukup diberi sekali diawal.

Menggunakan Terjemahan

Bila tidak terlalu rumit, anda cukup memberikan terjemahan dalam kurung:

Beberapa obat-obatan yang termasuk didalamnya adalah antibiotika, antihistamin (anti alergi), analgetik (penghilang rasa nyeri), antipiretik (obat penurun panas), antitusif (obat batuk), dan lain-lain.
www.kharisma.de, Melur Pandan Wangi.

Mencari padanan jargon dalam bahasa Indonesia yang singkat dan padat tidak selalu berhasil. Dalam kasus ini, bila tidak ada padanannya gunakan istilah aslinya, dengan penjelasan, definisi. Dapatkah anda membayangkan seandainya perintah dan menu Word ditulis dalam versi Indonesia?

Banyak juga jargon yang sudah diterjemahkan dalam bahasa indonesia. Dalam dunia komputer misalnya: software (perangkat lunak), network (jaringan), application (aplikasi), computing (komputasi), dsb. Untuk tips, banyak-banyak membaca tulisan ilmiah populer dari jenis yang sama. Disitu anda mendapatkan feeling jargon apa saja yang sering digunakan atau memang belum ada padanannya.

Bila definisi dan terjemahan tidak cukup

Tidak selamanya terjemahan atau definisi dapat memperjelas. Seperti kata layer yang berarti lapisan dalam konteks tutorial Photoshop:

Berikutnya anda akan belajar menggunakan layer untuk membuat gambar kota tua berlangit biru.
www.kharisma.de, tutorial photoshop, Dian Suprapto

Pembaca paham layer berarti lapisan. Tapi pembaca yang sama sekali buta software Photoshop akan kesulitan. Oleh karena itu, bukan terjemahan dan definisi yang diperlukan. Tapi berikan analogi diluar dunia Photoshop yang mudah dimengerti:

Anda dapat menganalogikan prinsip kerja layer dengan tumpukan lembar transparensi. Dengan step diatas Anda membuat lembar transparensi gambar kota tua dengan langit kosong (transparensi 1) dan transparensi bergambar langit biru (transparensi 2). Bila anda menumpuk transparensi 1 dan 2 (dengan susunan trasnparensi 2 paling bawah) maka akan menghasilkan gambar kota tuaberlangit biru.
www.kharisma.de, tutorial photoshop, Dian Suprapto

Istilah asing: bila lebih mudah diingat, gunakan!

Tulisan yang sukses biasanya justru pendek, terbatasi secara tegas dan sangat fokus. ''Less is more,'' lagi-lagi kata Hemingway. Umumnya tulisan yang baik hanya mengatakan satu hal.
Penaindonesia.com, Seperti tarian burung camar, Farid Gaban

Less is more, kalimat pendek dan mudah diingat. Bila diterjemahkan ke dalam Indonesia “sedikit justru sebetulnya lebih banyak” gregetnya kurang! Namun jangan juga terlalu mubazir dalam penggunaan bahasa asing.

Istilah asing: bila tak perlu, tinggalkan!

Penggunaan istilah asing yang rumit dalam satu paragraf, akan mengganggu kenyamanan pembaca. Ingat: Writing is giving service! Seperti soto dengan banyak „ranjau“ rempah-rempah daun salam, laus, jahe, daun jeruk. Anda akan terhenti menikmati soto karena harus menyisihkan rempah! Jangan pernah berpikir: menggunakan istilah asing agar terlihat elit! Justru efek sebaliknya yang akan anda dapatkan.

Kadang-kadang pada suatu masa yang sama, dua orang pahlawan muncul secara bersamaan, pada bidang yang sama, tapi dengan molaritas heroisme yang relatif berbeda. Salah satu diantara keduanya biasanya mengalami proses iconisasi atau simbolisasi, dimana ia dianggap sebagai simbol dari epoch dan genrenya. Namun pada community yang sudah dewasa dan matang, proses iconisasi itu biasanya tidak berlanjut dengan proses sakralisasi.

Kata-kata yang bergaris bawah diatas sudah „di indonesiakan“. Namun pembaca tersandung-sandung mencerna alinea diatas. Dijamin, pembaca harus membacanya minimal dua kali hingga memahami. Sering ya, kita temukan istilah asing yang berlebihan.

Bila memang efisien, padukan dengan gambar

A picture tells thousand words, demikian kata pepatah. Seringkali kali gambar atau grafik lebih mudah dicerna daripada rangkaian kata-kata. Tapi perlu diingat, gambar saja tidak cukup harus disertai keterangan yang jelas. Contoh ini berlaku misalnya untuk tutorial. Gunakan scrennshot menu-menu software untuk memperjelas perintah.

Problematika angka

Penggunaan angka dalam karya ilmiah sudah lumrah. Terutama untuk menunjukan akurasi atau memperkuat argumentasi. Sama dengan penggunaan istilah asing atau jargon. Pencantuman angka cukup seperlunya. Bila terlalu banyak, perhatian pembaca akan tertuju pada angka dengan demikian kenyamanan membaca menjadi berkurang.

Angka sebagai penguat informasi

Cth.: Saat suhu udara mulai menghangat mulailah jenis bakteri ini berkembang dengan pesatnya. Terlebih lagi bila ia berkembang pada jenis makanan tertentu yang memang rawan salmonella, yaitu makanan yang mengandung protein tinggi. Bila kondisinya sangat menunjang, bakteri ini akan membelah diri setiap 20 menit sekali, satu bakteri akan berkembang dalam waktu 5 jam menjadi 45 000.
www.kharisma.de, Salmonella bahaya tak terlihat, Dian Suprapto.

Pencantuman angka disini memberi gambaran jelas: bakteri Salmonella pada makanan dapat bekembang demikian pesatnya.

Angka saja tidak cukup: perlu keterangan lanjut

Kecelakaan lalu lintas lebih sering terjadi pada kecepatan 50km/h. Sedangkan pada kecepatan 200 km/h lebih sedikit.

Tanpa keterangan lebih lanjut, angka-angka diatas terlihat sepintas tidak masuk akal. Mengapa justru dengan kecepatan tinggi lebih jarang terjadi kecelakaan? Jawaban logisnya terletak pada penjelasan, bahwa jarang kendaraan berkecepatan 200km/h, sehingga lebih jarang terjadi kecelakaan. Namun sayangnya dalam tulisan itu tidak ada sama sekali.

Sama seperti contoh berikut:

Dalam 5 tahun terakhir ini, jumlah penerima hadiah Nobel bidang biologi dari kalangan wanita meningkat 50%.

Angka di atas tidak menunjukan data yang akurat. Bisa saja lima tahun terakhir jumlahnya ada 4 wanita dan tahun ini menjadi 6 (hanya penambahan 2 orang).

Pencantuman angka yang tidak perlu

Banyak penulis menyangka pencantuman angka selalu memberi kesan kompeten! Sekali lagi pertimbangkan baik-baik: apakah pencantuman angka memberi nilai informasi plus atau tidak. Ingat, Less is more, kata Hemingway. Angka berlebihan hanya akan mengganggu kenyamanan membaca.

Cth.: Belum jelas terbukti apa penyebab over stimulasi ovarium atau dikenal dengan istilah OHSS (Ovarian Hyperstimulation Syndrom). Dikatakan kondisi kritis bagi pasien bila terdeteksi hematokrit (> 43), pembengkakan ovarium (> 12 cm), dst …

Bagi dokter angka-angka diatas penting untuk menegakkan diagnosa OHSS kritis. Tapi bagi pasien apa artinya? Sebab, pembaca tidak mengetahui berapa kekentalan darah (hematokrit) yang normal, atau berapa besar ovarium dalam kondisi normal. Untuk membuat brosur kesehatan bagi pasien, lebih penting menerangkan simptom yang dirasa pasien. Dan tidak melulu angka-angka pengukur.

Multi interpretasi angka statistik

Cth.: Wanita terbukti sebagai manajer handal. Hanya 15 dari 1000 perusahaan Jerman yang dimpimpin wanita mengalami bangkrut. Perusahaan yang dipimpin manajer pria lebih banyak mengalami bangkrut: 21 dari 1000 perusahaan.
Witschaftsmagazin “DM“.

Angka di atas menimbulkan interpretasi ganda:
Wanita memang betul-betul lebih handal daripada pria

Wanita memimpin perusahaan di bidang yang tidak terlalu riskan

Perusahaan yang dimpimpin manajer pria lebih cepat bangkrut? (apakah satuan waktu untuk kedua kubu sama?)

Perusahaan yang dipimpin manajer wanita lebih awet tidak bangkrut? (tapi toh kalau satuan waktu sama, akankah jumlahnya lebih banyak?
Dengan contoh diatas, penulis belum berhasil memberikan informasi dengan obyektif. Bila anda mencantumkan angka statistik, perlu memjelaskan methode pengambilan sample serta satuan-satuan lagi yang mendukung. Membaca angka lebih payah daripada membaca teks. Mengapa tidak menggunakan grafik bila lebih membantu kenyamanan membaca?

Sumber:

- Wissenschaftsjournalismus, Winfried Göpfert, 2001

- Manuskript mata kuliah " Textverstehen – Textverständlichkeit – Textoptimierung unter Verständlichkeitsgesichtspunkten. Göpferich, Susanne, Technical Writing, university of applied sciences Karlsruhe, Germany.

- Göpferich, Susanne (1998): Interkulturelles Technical Writing: Fachliches adressatengerecht vermitteln.

- Journalistisches Texten, Jürg Häusermann 2001.

Tujuan etika profesi

Tujuan etika profesi

Suhrawadi Lubis (1994: 13) menyatakan bahwa yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika dalam kode etik profesi antara lain :
a. Standar-standar etika, yang menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab kepada l lembaga dan masyarakat umum.
b. Membantu para profesional dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat dalam mengahadapi dilema pekerjaan mereka.
c. Standar etika bertujuan untuk menjaga reputasi atau nama para profesional.
d. Untuk menjaga kelakuan dan integritas para tenaga profesi.
e. Standar etika juga merupakan pencerminan dan pengharapan dari komunitasnya, yang menjamin pelaksanaan kode etik tersebut dalam pelayanannya.
f.
Standar-standar etika mencerminkan / membayangkan pengharapan moral-moral dari komunitas, dengan demikian standar-standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika (kode etik) profesi dalam pelayanannya
g.
Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi
h.
Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan hukum (atau undang-undang). Seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi akan menerima sangsi atau denda dari induk organisasi profesinya

Diposkan oleh Tugas Etika Profesi di 07.46